Senin, 24 Oktober 2011

I luv U, Dad!^^

Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja Indahnya saat itu, buatku melambung Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu Patuhi perintahmu jauhkan godaan Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu Kan ku buktikan ku mampu penuh maumu *** Kemarin kau mengantarku kuliah. Di atas sepeda motor yang membelah jalanan kota yang sibuk, aku mulanya hanya memandang keramaian, bus kota yang saling salip, asap rokok, polisi yang sibuk –dan hal2 tidak penting lainnya-. Namun, jarak kita yang begitu dekat, akhirnya mau tak mau membuatku memperhatikanmu. Kulihat kulitmu menghitam, menyerah pasrah pada serbuan panas matahari. Rambut2 putih menyembul nakal dari balik tengkukmu yang tertutup helm, menari2 bebas tertiup angin.dari kaca spion kulihat sudut matamu tampak lebih keriput, sedangkan tubuhmu sendiri tampak tak lagi tegap seperti biasa. Ahhh…. Apa yang selama ini aku lakukan? Sepertinya aku luput mengamatimu belakangan ini. Tahu-tahu di mataku kau tampak sudah begitu tua…… Dulu, ketika aku masih kecil, aku masih ingat bagaimana dengan manjanya aku menghampirimu yang sedang membaca koran. Kau mengangkatku, lalu mendudukkan aku di pangkuanmu. Kau dengan sabar membacakan huruf demi huruf dan aku dengan polosnya akan menyimak setiap kata yang keluar dari bibirmu, tak peduli apakah aku mengerti atau tidak. Kau membacanya dengan penuh perasaan seperti bersajak. Lama kelamaan, kebiasaanmu membuatku tak lagi asing dengan buku dan koran. Kau lah yang membuatku bisa membaca, bahkan ketika aku belum sekolah. Kalau aku sakit, kaulah yang akan sibuk membelikan aku obat, jam berapapun itu. Kau akan semalaman berjaga, bergantian dengan mama. Biasanya besok paginya kau akan mengelus rambutku dan membelikan apa yang aku suka. Di depan rumahku yang dulu, ada taman bunga, berbatasan dengan jalan raya. Jajaran bunga membentang di sepanjang jalan, berdiri tegak menyembulkan bunga warna warni. Cantik sekali. Karena itu, kupu2 dan kinjeng (istilahku untuk menyebut capung) banyak sekali yang hobi bersilaturrahmi ke situ. Melihat ramainya keadaan disitu, diriku yang masih kecil tak melewatkan kesempatan itu begitu saja. Mataku membelalak, rasanya ingiiiinnnn… sekali memegang mereka semua dengan tanganku. Maka aku dengan sigap berusaha berlari, padahal waktu itu aku baru berusia lebih kurang satu tahun dan belum bisa “berlari dengan baik dan benar”. Karena takut terjadi apa2, maka mama memasang kain panjang yang melingkari tubuhku, sementara ujungnya kau pegang supaya ketika aku jatuh, kau bisa menahanku agar tidak menghantam tanah. Well, aku-usia-satu-tahun tak peduli dengan semua itu. Jadilah aku berlari2 di taman bunga mengejar kinjeng dan kupu-kupu sesukaku. Biasanya aku diam2 mendekati satu yang hinggap di bunga yang paling bawah. Mamaku mengajari cara menangkap kupu2 dengan mengatup-ngatupkan jempol dan jari telunjuk. Nah, Begitu jari2ku mendekat, buuurrrrrrr……! Kupu2 (dan juga kinjeng tentu saja J) berlari, eh.. terbang ke bunga lain…. Ku kejar sekuat tenaga, dan kuulangi lagi mengatupkan jempol dan telunjuk. Buuurrr…! Kupu2 terbang lagi… Lari lagi… uulangi lagiii… lari lagi… begitulah… tak pernah bosan aku berlari2 terus sepanjang hari… Tinggal kau saja yang tergopoh2 setengah membungkuk, berusaha mengejarku kemana saja aku menghambur sampai kau sakit pinggang, hahahaha… :) Kau tahu, di antara orang2 di rumah kita, sebenarnya aku merasa bangga padamu. Saat langit masih pekat dan malam masih berselimut dingin, suaramu akan terdengar mengalun melantunkan ayat2 suci Alquran plus artinya. Meskipun suaramu tak begitu merdu, tapi ada yang hilang rasanya jika sehari saja kau tak mengaji. Sering ku pergoki kau diam2 bersujud lamaaaa sekali di tengah keheningan malam yang gelap, bahkan lampu pun tidak kau hidupkan. Jika subuh menjelang, kau bergegas menuju masjid dan sebentar kemudian azanmu akan membangunkan kami subuh2 buta. Biasanya setelah itu kau langsung bergegas pulang karena misimu selanjutnya adalah membangunkan kami seisi rumah. Seingatku, kau tak pernah absen ke mushollah setiap pagi, hujankah itu, dinginkah itu, kecuali jika kau sakit atau kesiangan karena begadang semalaman kebagian jadwal ronda. Seiring dengan bertambah dewasanya aku, kau mulai melatihku berargumentasi. Kita sering larut dalam diskusi yang seru tentang apa saja : dari dalil2 alquran sampai politik dan pemerintahan, meskipun aku sering takut (soalnya taringmu kadang2 keluar kalau argumentasiku terlalu memojokkanmu dan kau tak bisa berkelit lagi, heheheh :P). Kau mengajarkan aku untuk berani punya pendapat sendiri selama punya landasan yang jelas. Kau jujur, berani dan sederhana. Dan aku mengagumi itu. Aku juga paham bahwa kau ingin kami disiplin. Kau tak segan2 menghukum kami ketika kami salah. Dulu ku anggap semua perkataanmu adalah mutlak. Tak berani aku menantangmu sedikitpun. Seiring bertambah umurku dan perubahan pandanganku, aku mulai menganggap titahmu tak semuanya logis. Kadang2 malah terlihat bahwa semuanya adalah kekhawatiranmu saja. Waktu itu aku masih mahasiswa tingkat awal. Seperti biasa di bulan Ramadhan, angkatanku menyelenggarakan buka puasa bareng. Semua berjalan terkendali, sampai ketika akan pulang, kami diantar pake bis. Nah, ternyata, sebagian besar temanku menginap di rumah salah seorang anggota kelasku, sedangkan aku yang rumahnya searah dengan temanku itu berniat pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan daerahku terkenal “amaaaannnn sekali” di jam2 segitu. Maka aku agak was2 pulang sendirian. Jadilah, aku menunggu untuk di antar pake bis mekipun aku mesti diantar paling akhir. Pukul 10 malam. Semua temanku turun kecuali aku, kenek bis dan sopirnya. Akhirnya aku tak berani pulang sendiri diantar mamang bis (lha… ). Atas bujukan teman2ku, akhirnya aku menelepon kerumah minta izin untuk menginap. Tapi, apa yang terjadi?? Kau menyuruhku pulang saat itu juga. Titik. Pilihannya Cuma ada dua : kau yang menjemput atau aku yang diantar. Aku sudah berargumen, tapi keputusanmu mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Karena hari sudah larut malam, tak mungkin aku memintamu menjemputku di tempat yang bahkan aku tak tahu alamatnya, Jadilah terpaksa aku melobi temanku untuk mengantar pulang. Ujung2nya malam itu aku pulang diantar bapak temanku itu. Sesampai di rumah, kau marah besar. Kau menuduhku sengaja merekayasa agar aku bisa menginap. Tidak logis! Kenapa kau lebih takut kalau aku menginap daripada pulang malam2 sendirian? Memangnya kenapa kalau aku menginap? Bukankah aku sudah 17 tahun?! Apa aku terlihat seperti spesies yang bertingkah laku aneh? Bukankah aku sudah bisa menjaga diriku sendiri??‼ Kenapa aku tak dipercaya? Kau tahu, aku sakit hati. Aku naik darah. Rasanya ingin kusemburkan semua pembelaan dan argumentasiku. Tapi, ternyata, aku cuma bisa diam dan menangis sampai mataku sembab. Aku merasa kalah malam itu. Kututup pintu kamarku dan ku diamkan kau sampai besok paginya. Esok paginya aku baru tahu kalau semalam kau terbaring di atas kasur, mukamu merah dan urat2 di keningmu bertimbulan. Hipertensimu kumat lagi. Semalam sebelum aku pulang kau begitu cemas dan tegang, sampai akhirnya kau marah2 ke seisi rumah. Dan puncaknya ketika aku pulang, kau meledak. Tapi setelah itu kau begitu tenang, karena aku sudah kembali dengan selamat sampai ke rumah. Dan kau tertidur nyenyak sampai keesokan paginya. Aku tahu, kau melakukan itu tak lain karena kau tak ingin terjadi apa2 padaku. Kau menjagaku begitu hati2 seperti kaca yang tak boleh tergores sedikitpun. Tapi, aku sudah dewasa. Ditempa dalil2 dan berpola pikir logis. Aku bisa membedakan mana yang baik dan buruk. U can believe in me, insyaallah :) Sekarang usiamu 51 tahun. Aku tak tahu sampai kapan Allah akan mengizinkanku mencium tanganmu, mendengar lantunan suaramu, atau memandang tengkukmu ketika kau mengantarku pergi koass setiap pagi. Aku pun tak tahu, apakah aku masih bisa melihat senyum di wajahmu ketika aku wisuda, ataukah ketika kau melepas perwalianmu ketika aku menikah. Aku harap, Allah memberiku waktu dari sisa detik2 kehidupan kita untuk mempersembahkan yang terbaik untukmu. Ku ingin agar tiap detik kisah yang kita ukir terisi hanya dengan senyumanmu saja. Karena, meskipun ada seribu kurangmu, Kau tetaplah idolaku setelah Rasulullah Semoga Allah memberikanku kesempatan untuk mewujudkan harapa2anmu dan membuatmu bangga memiliki sosok sepertiku di dunia dan akhirat. I do luv U bapak! ^_^

1 komentar: